Dalam buku “Menak Priangan” karya DR. Nina H. Lubis terdapat sebuah ikhtisar mengenai konsep raja ideal pada masa Kerajaan. Sebagai keturunan dewa, seorang raja yang ideal adalah yang sempurna fisik dan perilakunya. Namun pada postingan ini saya hanya menekankan pada sisi “perilaku”:
Raja yang berpegang teguh pada perbuatan utama (sempurna dalam agama) akan mengalami zaman keemasan dalam pemerintahannya dan akan bisa bertahan lama dalam singgasananya. Sang Wretikandayun sebagai raja pertama di Galuh berkuasa selama 90 tahun. Putranya memerintah selama 80 tahun, sedangkan cucunya, hanya menjadi raja selama 6 tahun saja karena perilakunya yang buruk. Rahyang Tamperan, cicitnya, hanya memerintah selama tujuh tahun karena ia senang membinasakan orang yang sedang bertapa. Prabu Niskala Wastukancana, Raja Sunda yang dikenal sebagai Prabu Wangi, dapat menjadi raja seratus tahun lebih karena ia bisa bertindak seperti orang-orang tua ketika usianya masih muda. Ia dikatakan mengikuti satmata, artinya mengikuti bimbingan pengasuhnya. Sebaliknya, ada perilaku buruk yang merupakan pantangan bagi seorang raja, antara lain, menghina para pendeta, membunuh orang yang tak bersalah, merampas hak orang lain, bersikeras pada keinginan sendiri (keras kepala), tidak memelihara kesempurnaan agama, tidak tunduk kepada dewata, mengambil wanita dengan memperalat wanita lain, mencintai wanita larangan (yaitu wanita yang sudah bertunangan) dari daerah lain, dan tidak berbakti kepada orang tua. Apabila pantangan-pantangan ini dilanggar, “jampi tidak akan mempan, sumpah (kutukan) seribu (kali) tak akan berguna. Artinya, kesaktian bisa hilang, kejayaan dan kekayaan bisa surut, dan keruntuhan kerajaan bisa terjadi. Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa kehancuran Kerajaan Sunda terjadi karena rajanya yang terakhir hanya bersenang-senang, menyebar kemaksiatan, budi tenggelam dalam nafsu sehingga kalah oleh Islam (maksudnya Kesultanan Banten yang beragama Islam). Pembenaran kehancuran kerajaan yang dikemukakan dalam sumber ini cukup realistis. Artinya, kehancuran itu tidak didasarkan pada alasan yang bersifat mistis. Usaha penaklukan Kerajaan Sunda yang dilakukan berulang-ulang oleh Banten sejak tahun 1527 hingga 1579, menunjukkan bahwa raja-raja sebelum yang terakhir memerintah cukup kuat. Kehancuran benar-benar terjadi setelah pemerintahan berada di tangan raja yang berperilaku buruk.
Pernah tau sedikit tentang The Marshmellow Test, dan tertarik lebih jauh. Rupanya ada buku tentang ini dan Anies Baswedan pernah mengulas dalam kanal Youtube-nya. Konsep . . .
Kali ini kita belajar istilah Jawa dari buku “Pitutur Luhur Budaya Jawa“ Kere munggah bale kalau diterjemahkan berarti pembantu yang dijadikan istri oleh tuan atau . . .


