Saya kurang familiar dengan sejarah kerajaan Sunda di masa lampau. Saya lebih akrab dengan sejarah raja-raja Jawa yang bahkan sampai abad XX masih terdapat praktek poligami. Saya pikir hal tersebut adalah hal yang wajar di dunia feodal.
Baru-baru ini saya menemukan dari sebuah video bahwa Sri Maharaja Tarusbawa yang merupakan raja pertama di Kerajaan Sunda melarang praktek poligami. Hal tersebut tertuang dalam Fragmen Carita Parahiyangan (FCP) yang ditulis abad ke-16.
suatu hal baru & refreshing
Di bawah ini adalah kutipan teks pelantikan oleh Maharaja Tarusbawa yang saya sadur dari hystoryana.blogspot.com.
Saat mengangkat anaknya, Sang Resi Putih, sebagai rama di Galunggung:
…Maharaja Tarusbawa berkata, “Anakku, Sang Resi Putih, engkaulah yang bertanggung jawab dalam urusan kependidikan; dinobatkan sebagai Batara Dangiang Guru di Galunggung, dan dijadikan sebagai pelindung wilayah, guna menaungi masyarakat daerah yang kegerahan, sebagai lambang ketenteraman negeri. Jaminan kehidupanmu adalah bertanggung jawab pada bidang pendidikan. Tanggung jawabmu ialah mengenai urusan kesejahteraan. Hendaklah jangan beristeri dua atau tiga, satu suami-isteri lebih mulia. Engkau akan dijadikan panutan seluruh masyarakat, dijadikan sebagai peneguh negeri, sebagai pijakan di bumi, kepercayaan setiap orang yang hidup. Apabila engkau berniat beristeri dua atau tiga dapat berdampak buruk sehingga dikatakan keadaan akan jadi kacau…”
lempir nomor 26b-26a
Saat mengangkat Bagawat Sangkan Windu sebagai prebu di Denuh:
…Tersebutlah kesepakatan para penerus seisi istana yang bernaung ke Pakuan. Oleh Maharaja Tarusbawa, Bagawat Sangkan Windu dinobatkan sebagai pemerkokoh Denuh. Hidupnya sebagai peneguh negeri serta seluruh manusia. “Isterimu mesti seorang, dan hendaknya jangan mendua atau tiga karena dapat berdampak buruk sehingga dikatakan keadaan akan jadi kacau, itulah yang dikhawatirkan…”
lempir nomor 26b-26a
Saat mengangkat Bagawat Resi Kelepa sebagai rama di Mandala Cidatar:
…Tersebutlah kesepakatan para penerus seisi istana yang bernaung ke Pakuan. Bagawat Resi Kelepa yang dinobatkan sebagai Batara Walayut berkedudukan di Mandala Cidatar. Dia dijadikan pemerkokoh negeri, sebagai daerah kunci. Kewenangannya beristeri satu. “Apabila engkau berniat beristeri dua atau tiga dapat berdampak buruk, dikatakan tidak pantas…”
lempir nomor 10a-10b
Saat mengangkat Bagawat Cinta Putih untuk menduduki jabatan prebu di Gegergadung:
…Tersebutlah kesepakatan para penerus seisi istana yang bernaung ke Pakuan. Sementara itu, Bagawat Cinta Putih dinobatkan sebagai Batara di Gegergadung. Dia menjiwai sifat mulia yang penuh tawakal, selang-selang tetap sekedar berdoa, bagaikan dunia dan raga tengadah, yang dijadikan harapan kehidupan suci, mengharap berkah kekayaan. Hendaklah jangan beristeri dua atau tiga karena dapat berdampak buruk sehingga dikatakan keadaan akan jadi kacau, khawatirnya dikatakan tidak pantas memiliki integritas. Sang Prebu selalu menyadari kekuasaan, baik yang besar maupun yang kecil. Demikianlah.
lempir nomor 10b-2a
Saat mengangkat Bagawat Cinta Premana sebagai rama di Puntang:
Tersebutlah kesepakatan para penerus seisi istana yang bernaung ke Pakuan. Oleh Maharaja Tarusbawa, Bagawat Cinta Premana dinobatkan sebagai Sanghyang Premana di Puntang. Dari situlah permulaan apa yang harus diperbuat oleh yang berdaulat apabila sanggup memperkokoh hakikat alam kesejahteraan. Jagat diartikan sebagai buana. Tri Buana terdiri atas bumi, antara, dan angkasa; termasuk di dalamnya langit, rasi bintang, dan kilauan nebula (gugusan bintang) pada malam hari. Itulah sebabnya alam raya bernama demikian. Seandainya itu dipahami dan diamalkan para siswa, maka berarti akan sejahtera. Apabila kalian berniat mempersaudarakan dalam satu kerabat bermadu isteri saudara tua, memperbudak tanpa tebusan, menghukum tak berdasarkan aturan; maka khawatir dapat berakibat hancurnya negeri…
lempir nomor 2b-3a
Pendapat Pribadi
Mengenai poligami dalam hukum agama sepertinya sudah ga happening lagi untuk dibahas. Namun, bagaimana prakteknya di nusantara menurut catatan sejarah?
Di kalangan bangsawan-bangsawan Jawa, hal tersebut jamak dilakukan. Tokoh-tokoh perempuan di abad XX seperti Kartini dan Gusti Noeroel masih menemui praktek tersebut di lingkungannya. Sementara di Kesultanan Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono IX adalah sultan terakhir yang masih mempraktekkannya.
Patriarki dalam budaya Jawa masih sangat kuat. Menurut saya leluhur raja Sunda yakni Maharaja Tarusbawa, berada pada level yang berbeda. Sifat mengayomi dan memikirkan keselamatan rakyat telah mengatasi ego pribadinya.
Pernah tau sedikit tentang The Marshmellow Test, dan tertarik lebih jauh. Rupanya ada buku tentang ini dan Anies Baswedan pernah mengulas dalam kanal Youtube-nya. Konsep . . .
Kali ini kita belajar istilah Jawa dari buku “Pitutur Luhur Budaya Jawa“ Kere munggah bale kalau diterjemahkan berarti pembantu yang dijadikan istri oleh tuan atau . . .


