Suatu hari Umar bin Khatab mengalihkan rute perjalanan dan membatalkan niat untuk masuk sebuah perkampungan. Apa pasalnya? Karena di perkampungan itu diindikasikan terjangkit virus penyakit yang membahayakan.
Lantas para sahabat memprotes, “Wahai Umar, mengapa kita tidak tetap masuk saja. Bukankah sekiranya Allah menakdirkan kita selamat, maka hal itu tidak akan memudaratkan kita?”
Sayyidina Umar menjawab, “Bukankah jalan kita menghindar mencari jalan lain juga bagian dari keselamatan. Takdir bisa ditolak dengan takdir.”
Menariknya ketika kita berbicara tentang takdir. Ternyata takdir tidak selamanya menjadi ketentuan final. Karena masih ada takdir yang bisa diubah dengan doa dan pilihan takdir itu sendiri.
Takdir terbagi menjadi dua, 1) Takdir Mubram 2) Takdir Muallaq. Takdir Mubram adalah ketentuan final yang tidak akan bisa berubah selamanya dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Sedangkan takdir Muallaq adalah ketentuan yang masih bisa berubah.
Usia, Rezeki dan Jodoh merupakan takdir "Pilihan" yang masih Muallaq (Bergantung). Artinya apa? Artinya ketentuan tiga poin di atas masih bisa diharapkan perubahannya.
Contoh sederhana begini. Ada orang yang ditakdirkan meninggal pada hari sekian dan jam sekian. Namun, ternyata pada hari itu dia berdoa minta dipanjangkan umur atau ia bersedekah. Jamak kita ketahui bersama bahwa keutamaan dan fadhilah bersedekah itu memanjangkan usia, maka “bisa jadi” dan tidak menutup kemungkinan Allah pun akan memanjangkan umurnya. Begitu pula dalam rejeki dan jodoh.
Sulitnya ada banyak orang yang sulit membedakan antara takdir dan nasib. Padahal antara takdir dan nasib itu berbeda. Takdir adalah ketentuan dari Allah yang masih bisa diharapkan perubahannya (baca: Takdir Muallaq).
Sedangkan nasib adalah hubungan kausalitas yang ditentukan oleh manusia itu sendiri. Tepatnya sebuah pilihan yang muncul dari reaksi berdasarkan aksi (baca: perbuatan). Tapi lagi-lagi, semuanya kembali kepada pertolongan dan anugerah Allah Swt., juga.
Satu hal yang perlu kita pahami adalah bagaimana menempatkan nasib kita menjadi nasib baik atau yang lebih sering dikenal dengan keberuntungan atau faktor X. Ada ungkapan yang mengatakan, “Kebodohan bisa dikalahkan oleh kepintaran. Namun kepintaran bisa dikalahkan oleh keberuntungan.”
Ya, sekarang kita lihat saja. Ada banyak teman-teman kita yang sama-sama sekolah dengan sekolah atau kampus yang sama, guru yang sama, pelajaran yang sama, bahkan di jam yang sama. Namun, hasilnya berbeda. Karena nasibnya yang berbeda, maka kesuksesannya pun berbeda.
Oleh karena itulah, semenjak ribuan abad yang lalu sampai hari ini belum ada sekolah nasib atau sekolah keberuntungan. Meskipun demikian ternyata faktor Luck atau Hoki ini masih bisa dipelajari, masih bisa diprediksi, bahkan diusahakan.
Sumber buku “Berdamai dengan Takdir” karya Ust. DR. Miftahur Rahman El-Banjary, MA.
Sumber Foto
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.” QS. Al-A’raf:58 Abu Al-Aswad Ad-Du’ali berkata . . .


